Education

Education
Jasa ADVOKAT - PENGACARA Contact 082112573759 Email : garda.sejahtera@gmail.com

VIVAnews

Menu

Belajar Hukum

Selamat datang di blog Pribadi, Blog ini membahas tentang Istilah-Istilah dalam bahasa hukum dan Isu,artikel hukum terbaru

Bisnis Tiket Pesawat Online

Search

Visitor

Sabtu, 23 April 2011

Telantarnya Hakim Kasus Korupsi

Telantarnya Hakim Kasus KorupsiPengantar Redaksi: Sebuah situasi memprihatinkan, ditengah upaya pemberantasan korupsi. Dikutip dari Tempo Interaktif, semoga bermanfaat.

tikus-bobo-chrischaeffer.com
Sumber foto: Chrischaeffer.com

Tempo Interaktif – Jum’at, 25 Maret 2011
Sikap pemerintah menelantarkan nasib hakim Pengadilan Tindakan Pidana Korupsi sungguh merisaukan. Sudah beberapa bulan gaji atau tunjangan mereka tidak dibayarkan dengan alasan belum sempat dimasukkan ke anggaran negara. Hakim ad hoc di pengadilan khusus ini juga merasa diremehkan karena tidak diakui sebagai pejabat negara.
Keluhan itu datang dari para hakim di Pengadilan Korupsi Bandung, Surabaya, dan Semarang, yang baru didirikan akhir tahun lalu. Pengadilan yang khusus menangani kasus-kasus korupsi itu diisi hakim karier maupun nonkarier alias ad hoc. Kendati sudah diangkat, bahkan telah bertugas selama tiga bulan terakhir, sebagian besar mereka belum mendapat gaji.
Nasib hakim karier sedikit lebih beruntung. Karena berstatus sebagai pegawai negeri, mereka masih mendapat gaji seperti biasa. Hanya uang kehormatan dan tunjangan lain yang belum didapatkan. Tapi hakim ad hoc, yang bukan berasal dari pegawai negeri, praktis belum mendapat penghasilan.
Alasan yang diberikan para pejabat amat klise, yakni terbentur masalah administrasi. Ketika daftar isian pelaksanaan anggaran diedarkan, para hakim itu belum diangkat. Pengadilan khusus itu pun belum dibentuk. Tapi publik tetap akan kurang bisa memahami pola administrasi yang terlalu kaku. Jika memang pengangkatan hakim kasus korupsi sudah direncanakan jauh hari oleh Mahkamah Agung, semestinya ada semacam dana cadangan yang dialokasikan. Proses administrasi di Kementerian Keuangan pun tak boleh terlalu rumit, sehingga hakim yang sudah diangkat segera mendapat gaji.
Menteri Keuangan mungkin akan segera menyelesaikan gaji yang terlambat dibayarkan itu setelah diributkan banyak pihak. Tapi masih ada urusan lain yang lebih mendasar menyangkut status hakim ad hoc. Selama ini mereka tidak diakui sebagai pejabat negara oleh Kementerian Aparatur Negara. Alasannya, tidak ada undang-undang, termasuk UU Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, yang menyebut mereka pejabat negara.
Undang-Undang No. 48/2009 tentang Kekuasaan Kehakiman pun hanya menyatakan secara hukum bahwa hakim pengadilan di bawah Mahkamah Agung merupakan pejabat negara. Tidak ada penegasan bahwa ketentuan ini juga berlaku bagi hakim ad hoc. Akibat ketidakjelasan seperti ini, mereka tidak mendapat hak keuangan, misalnya gaji ke-13 dan uang pensiun, seperti yang dinikmati oleh pejabat negara atau pegawai negeri.
Pemerintah semestinya segera memperjelas status mereka, jika perlu dengan meminta fatwa Mahkamah Agung. Kendati tak ada aturan yang menegaskan hakim ad hocsebagai pejabat negara, tidak ada pula undang-undang yang menyatakan sebaliknya.
Sikap pemerintah yang secara administratif tidak mengakui hakim ad hoc sebagai pejabat negara amat riskan karena pada dasarnya mereka menjalankan tugas itu. Mereka diangkat secara resmi oleh presiden untuk melaksanakan kekuasaan yudikatif, salah satu fungsi negara. Bukan tidak mungkin pula putusan hakim ad hoc akan dipersoalkan legalitasnya jika mereka dianggap bukan pejabat negara.
Sumber: Tempo

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

tiket online

Space Banner

Cafe Bisnis Online

Free Hosting