Education

Education
Jasa ADVOKAT - PENGACARA Contact 082112573759 Email : garda.sejahtera@gmail.com

VIVAnews

Menu

Belajar Hukum

Selamat datang di blog Pribadi, Blog ini membahas tentang Istilah-Istilah dalam bahasa hukum dan Isu,artikel hukum terbaru

Bisnis Tiket Pesawat Online

Search

Visitor

Senin, 25 April 2011

Kejaksaan Diusulkan Tidak Lagi Menyidik Korupsi

Dalam revisi UU Kejaksaan sempat mengemuka apakah penyidikan kasus korupsi bisa tetap dipegang oleh Jampidsus atau diserahkan sepenuhnya ke Kepolisian.4
(0 votes, average: 0.0 out of 5)
  Print  

“Jaksa enak benar, boleh menyidik tindak pidana ekonomi saja (kasus korupsi,-red). Perkara gorok menggorok dan rampok diserahkan ke polisi,” keluh mantan Kapolri Awaloedin Djamin dalam saatsidang pengujian UU Kejaksaan di Mahkamah Konstitusi (MK), pada akhir 2008.

UU No 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan memang memberikan kewenangan penyidikan kasus-kasus ekonomi (korupsi) kepada kejaksaan. Jadi untuk perkara jenis ini, penyidikan dan penuntutan dipegang oleh Kejaksaan sekaligus. Sementara, untuk kasus-kasus pidana umum seperti pembunuhan, penipuan dan sebagainya disidik oleh polisi, dan kemudian dilimpahkan ke jaksa sebagai penuntut umum.

Sejarahnya, Kejaksaan dan Polri memang seringkali memperdebatkan kewenangan masing-masing lembaga. Keduanya, terkesan berebutan lahan kewenangan, termasuk soal penanganan kasus korupsi.

Perdebatan yang sama ternyata juga muncul di DPR dalam pembahasan revisi UU Kejaksaan. Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR Dimyati Natakusumah mengakui perdebatan ini juga terjadi. “Ini masih debatable. Tetap di Kejaksaan atau Kepolisian,” ujar Dimyati yang juga menjabat Ketua Panja RUU Kejaksaan ini kepada hukumonline, Selasa (19/4).

Dimyati mengungkapkan perdebatan ini mengemuka dalam rapat dengar pendapat umum (RDPU) dengan beberapa narasumber. “Ada yang bilang kejaksaan tetap perlu (memiliki kewenangan menyidik,-red), karena bagaimana melaksanakan penuntutan kalau tidak tahu anatomi perkaranya,” sebutnya. Namun, tak sedikit yang meminta agar kewenangan ini diserahkan keKepolisian yang memang bertugas melakukan penyidikan. 

Sejumlah narasumber memang telah dihadirkan oleh Panja RUU Kejaksaan. Mereka, di antaranya Guru Besar Hukum Pidana Universitas Trisakti Andi Hamzah, Penasehat Kapolri Chaerul Huda, Keluarga Besar Purna Adhyaksa (KBPA) dan Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi).

Dihubungi melalui sambungan telepon, Sekretaris Jenderal (Sekjend) Peradi Hasanuddin Nasution mengaku perdebatan ini sebenarnya tidak mengemuka ketika Peradi hadir di Baleg. Namun, ia berpendapat seharusnya kewenangan kasus korupsi memang diserahkan kepada Kepolisian.

“Kalau kita concern kepada penegakan hukum secara fungsional, yakni memperkuat Kejaksaan. Seharusnya fungsi mereka harus diperkuat sebagai jaksa penuntut umum. Sedangkan, untuk kepolisian, saya cenderung memperkuat dengan mengembalikan fungsi penyidikan oleh kepolisian di seluruh bidang, termasuk kasus korupsi,” jelasnya, Kamis (21/4).

Hasanuddin menuturkan bila ingin konsisten pada fungsi kelembagaan penegak hukum maka jaksa dan polisi harus profesional terhadap tugasnya masing-masing. Berdasarkan KUHAP, kewenangan jaksa jelas melakukan penuntutan, sedangkan kepolisian berwenang melakukan penyidikan.

Diberikannya kewenangan penyidikan kasus korupsi ke Kepolisian, lanjut Hasanuddin, memang bukan tanpa kendala. Kelak, mungkin ia akan melihat adanya bolak-balik berkas perkara dariKepolisian di tingkat penyidikan dan Kejaksaan di tingkat penuntutan. Ini kerap terjadi dalam kasus-kasus tindak pidana yang disidik oleh Kepolisian.

“Kendalanya pasti ada. Masalahnya, kita mau memperkuat aparatur penegak hukum secara kelembagaan dan profesionalitas atau nggak?” tuturnya.

Konsisten
Berdasarkan catatan hukumonline, Mahkamah Konstitusi (MK) pernah memutus persoalan ini dalam pengujian UU Kejaksaan. Kala itu, dalam pertimbangannya, MK meminta agar pembentukundang-undang berlaku konsisten untuk memberikan kewenangan penyidikan kasus korupsi kepada Kepolisian dan Kejaksaan.

“Apabila pilihan pembentuk undang-undang menetapkan Kejaksaan sebagai penyidik dalam tindak pidana tertentu, maka seyogianya Kepolisian ditentukan tidak lagi berwenang. Sebaliknya, apabila wewenang penyidikan memang sepenuhnya akan diberikan kepada Kepolisian, maka jaksa hanya berwenang melakukan penuntutan,” demikian bunyi pertimbangan Mahkamah dalam putusan itu.

RM Panggabean, Kabid Penerapan Hukum dan undang-undang dalam Divisi Pembinaan Hukum Polri kala itu, memang menuturkan bahwa masih ada beberapa kasus korupsi yang bisa disidik oleh polisi, walau jumlahnya sangat kecil. Namun, tindakan penyidikan pidana khusus oleh kepolisian ini selalu mentok di Kejaksaan. “Seakan ada sentimen dari penuntut umum kepada Kepolisian,” ujarnya.

Mahkamah, masih dalam pertimbangannya, juga menyarankan agar pembentuk undang-undangsegera merevisi peraturan perundang-undangan yang relevan, termasuk KUHAP, UU Kejaksaan dan UU Kepolisian. Bola panas itu pun saat ini sedang bergelinding di DPR. Kita tunggu saja, bagaimana kelanjutannya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

tiket online

Space Banner

Cafe Bisnis Online

Free Hosting